Warung Bebas

Senin, 30 Januari 2006

jeruk mandarin...

”bu minta lagi dong jeruknya,” kata nanda
“habis mas,” jawab sang ibu
“ya habis. beli lagi dong,” rengek nanda.
“kalo mau jeruk lagi ke rumah oma pasti banyak jeruk,” kata ibunya lagi

memang betul. di rumah omanya nanda banyak jeruk lokam (atau mandarin? yang dibungkus dengan kantung plastik berwarna merah. ukurannya tidak terlalu besar. tapi manis.) ini memang salah satu sajian yang dihidangkan pada chinese new year atau tahun baru imlek atau sin chia (secara hokkien) atau chun jie (secara mandarin) yang di tiongkok imlek sebenarnya merupakan perayaan musim semi.

selain jeruk ada juga buah atep (lebih dikenal dengan nama kolang-kaling) dan agar-agar. konon buah atep ini dimaksudkan (sebagai perlambang) agar hatinya tetap (istiqomah, kali yak?) dan agar-agar sebagai perlambang biar tetap segar (evergreen?). ada juga manisan buah yang dikeringkan seperti papaya. kalau kue ada yang disebut kue satu yang rasanya manis. last but not least, kue keranjang yang bisa bertahan hingga dua-tiga bulan. (yang enak yang dibungkus dengan daun pisang tinimbang yang dibungkus plastik.)

bagi mereka yang beragama budha atau konghucu, imlek dirayakan dengan segala ‘ubo rampe’nya. ada ritual sembahyangan untuk leluhur dengan duabelas macam masakan dan duabelas macam kue yang melambangkan duabelas shio. dapat dibayangkan panjangnya meja tempat menaruh semuanya itu. ‘meriah’ sekali ya.

satu lagi, waktu kecil karena tinggal di daerah pecinan saya sempat menonton barongsai. para pemainnya yang tergabung dalam sebuah rombongan seperti mengamen dari rumah ke rumah. mirip tanjidor. selesai memperagakan kebolehannya, tuan rumah yang mendapat kunjungan akan memberikan angpao. dan, ngomong-ngomong soal angpao inilah yang paling ditunggu-tunggu anak-anak ketika berkunjung ke rumah sanak famili.

selamat hari raya imlek bagi mereka yang merayakan.

Kamis, 26 Januari 2006

mi nya semangkuk...

anda suka mi? (bagaimanapun menulisnya mie atau bakmi atau yang lain :d). saya sih suka (banget-banget sih gak. ya, judulnya suka sih). tiap kota di indonesia, sepertinya, punya mi khas masing-masing. kalau di bandung ada mi yang toppingnya yummy. di jakarta yang beken ya bakmi ji-em. tapi, ini hanya salah satu dari ratusan tempat jajan atau restoran berbahan mi yang mangkal di jakarta dan sekitarnya.

ngomongin soal mi. seorang teman mengirimkan e-mail ‘semangkuk mi’. saya kutipkan di sini. bagi yang sudah pernah membacanya mohon maaf. silakan menikmati…
Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?" " Ya, tetapi, aku tdk membawa uang" jawab Ana dengan malu-malu. "Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang "Ada apa nona?" Tanya si pemilik kedai."tidak apa-apa" aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi !, tetapi,? ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah" "Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata "Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya"
persoalan remeh-temeh kadang membuat kita bertengkar dan melupakan jerih-payah yang telah diberikan oleh seseorang kepada kita. adakalanya kita juga begitu berterima kasih kepada orang lain atas pertolongan kecilnya. sementara atas pertolongan dari orang yang paling dekat dengan kita, acap kita menilainya: ‘itu kan sudah menjadi kewajibannya’.

wallahu’alam bi shawab.

Selasa, 24 Januari 2006

empati itu...

empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. (sumber: kamus besar bahasa indonesia, edisi kedua, cetakan keempat: 1995).

berempati buat saya menjadi sebuah pekerjaan susah-susah gampang (atau gampang-gampang susah ya?). entah buat orang lain. ambil misal berempati menjadi orang kaya. kayaknya sih gampang ya tinimbang berempati menjadi miskin (dalam artian tak berharta). pernah di saat menjadi mahasiswa, teman-teman membuat seminar tentang kemiskinan. tapi salah satu panitianya saat selesai seminar dijemput dengan sebuah sedan bmw 520. (sah-sah saja dong memandang kemiskinan dari dalam mobil mewah :d).

di republika online arys hilman pernah menulis mengenai empati seorang anak sd dari keluarga konglomerat. (saya hanya menyarikannya di sini tanpa mengubah makna). nama anak ini adalah bakar. ia mewarisi kebesaran kakek moyangnya sebagai orang kaya. sekolah di sd unggulan berstandar internasional dan bilingual. mobilnya pasti mewah seharga milyaran rupiah. dan, ini khusus untuk antar-jemput bakar.

pada saat pelajaran mengarang, sang guru meminta bakar membuat karangan tentang kehidupan keluarga sanga miskin di seberang benteng sekolah. maksud sang guru sangatlah mulia. ia ingin menumbuhkan menumbuhkan empati anak-anak didiknya yang serba berada terhadap nasib kelompok lain yang tak berpunya.

bakar yang dibesarkan dengan segala kemewahan menulis dengan penuh perasaan sesuai pesan gurunya ‘menulislah dengan hati’. dengan huruf-huruf yang belum sempurna benar bakar membuat karangan dengan tokoh ‘pak abu’. saya kutipkan lagi tulisan arys hilman:
"Pak Abu," tulisnya, “adalah orang yang sangat miskin. Benar-benar miskin, sampai-sampai pembantunya juga miskin, sopirnya miskin, dan tukang kebunnya pun miskin. Karena sering tak punya uang, Pak Abu jarang membersihkan kolam renang di rumahnya. Ia juga hanya bisa memelihara ikan-ikan kecil di akuarium seperti lou han yang makannya sedikit, tidak seperti arwana dan koi di rumahku. Kucing siam punya Pak Abu juga kurus, soalnya kurang makan. Ayam yang ia pelihara juga yang kecil-kecil, jenis kate."
salahkah bakar berempati seperti itu? benarkah ia gagal berempati?

Senin, 23 Januari 2006

internetnya batuk...

“hore semua kelabakan gak bisa internet”

itulah bunyi pesan singkat yang saya terima. saya hanya senyum-senyum membacanya. beruntung saya tidak ‘terlibat’ dalam kelabakan itu :d. bila saya berada di situ, sudah dapat dipastikan, saya mendapatkan banyak pertanyaan. macam gini: “mas, internetnya mati ya?” atau: “lagi restart ya mas?” atau lagi: “pak danu, bos nanyain internet tu.” dan beraneka pertanyaan sejenisnya. yang intinya ‘kenapa sih internetnya mati’.

semua pertanyaan pasti bermuara ke saya karena, kebetulan, modemnya disangkutin ke komputer saya. komputer saya jadi gateway buat koneksi internet. kalau komputer saya matikan dijamin semua ‘berteriak’. inilah konsekuensi yang harus ditanggung. tak mengapalah hitung-hitung belajar jadi support. (bukan jadi pakar it (information technology) loh, tapi it alias item teuing

sementara di kantor kelabakan dengan internet, di rumah saya sedang berkutat dengan batuk. bingung juga saya menerka batuk yang menyerang ini. adakah ia batuk kering atau batuk basah. tanya sama teman, dimintanya saya batuk dan tebakannya: “ini sih batuk kering.” saya pun akhirnya membeli obat batuk kering. namun, setelah diminum malam harinya batuknya makin menghebat. duh gusti, dua malam saya hanya tidur-tidur ayam. dan, mau tak mau akhirnya saya berobat ke dokter. saya sudah menduga akan diberi antibiotik padahal saya paling tidak suka minum ini. antibiotik, untungnya hanya tiga butir, diminum habis.

tapi batuknya tak kunjung mereda. saya masih ‘bergadang’ karenanya. di tengah deraan batuk itu, ada yang mengingatkan saya. “cobalah saat batuk-batuk beristighfar dan berdzikir.” sebenarnya itu sudah saya lakukan. mungkin belum sepenuhnya ikhlas. lanjut teman tadi: “kembalikan semuanya kepada allah swt. kalau memang ini cobaan dari-nya mohonlah ridhanya. kalau ini karena kita mintalah diangkat penyakitnya.” dan, “percayalah allah tidak akan memberikan beban yang melebihi kesanggupan kita,” tutupnya.

sayapun mencoba menjalankan apa yang dikatakan. alhamdulillah. batuk berangsur mereda. tidurpun tak lagi seperti ayam. meski batuk masih ada namun semakin hari semakin hilang. cukuplah empat hari beristirahat (dan tidak berinternet :d) namun menemukan sesuatu yang bermakna. (terima kasih buat teman yang paling dekat dengan saya. my soul mate).

Jumat, 13 Januari 2006

niatnya sih...

hidup ini adalah pilihan bebas. ingin berbuat baik tak ada masalah. berbuat jahatpun tak ada yang melarang. masing-masing pilihan, tentu saja mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri.

namun pada sebuah acara siraman rohani seorang uztad mengatakan: "janganlah mengingat-ingat kebaikan yang pernah kita perbuat apalagi mengungkit-ungkitnya saat marah kepada orang yang mendapatkan kebaikan itu. bila itu dilakukan maka pahala kebaikan itu akan diambil kembali allah. tak akan bersisa sedikitpun." naudzubillah.

berikut ini ada sebuah kisah yang tak diketahui siapa penulisnya namun buat saya sih bagus :d
Alkisah, di suatu negeri pernah hidup seorang kaya raya, yang rajin beribadah dan beramal. Meski kaya raya, ia tak sombong atau membanggakan kekayaannya. Kekayaannya digunakan untuk membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga-tetangganya yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya. Di musim paceklik, ia membagikan bahan pangan dari kebunnya yang berhektar-hektar kepada banyak orang yang kesusahan. Salah satu yang sering dibantu adalah seorang tetangganya yang miskin.

Dikisahkan, sesudah meninggal, berkat banyaknya amal, si orang kaya ini pun masuk surga. Secara tak terduga, di surga yang sama, ia bertemu dengan mantan tetangganya yang miskin dulu. Ia pun menyapa.

"Apa kabar, sobat! Sungguh tak terduga, bisa bertemu kamu di sini," ujar si kaya. "Mengapa tidak? Bukankah Allah memberikan surga pada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa memandang kaya dan miskin?" jawab si miskin.

"Jangan salah paham, sobat. Tentu saja aku paham, Allah Maha Pengasih kepada semua umat-Nya tanpa memandang kaya-miskin. Cuma aku ingin tahu, amalan apakah yang telah kau lakukan sehingga mendapat karunia surga ini?"

"Oh, sederhana saja. Aku mendapat pahala atas amalan membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya."

"Bagaimana itu mungkin?" ujar si kaya, heran. "Bukankah waktu di dunia dulu kamu sangat miskin. Bahkan seingatku, untuk nafkah hidup sehari-hari saja kamu harus berutang kanan-kiri?"

"Ucapanmu memang benar," jawab si miskin. "Cuma waktu di dunia dulu, aku sering berdoa: Oh, Allah! Seandainya aku diberi kekayaan materi seperti tetanggaku yang kaya itu, aku berniat membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan banyak amal lainnya. Tapi apapun yang kau berikan untukku, aku akan ikhlas dan sabar menerimanya."

"Rupanya, meski selama hidup di dunia aku tak pernah berhasil mewujudkannya, ternyata semua niat baikku yang tulus itu dicatat oleh Allah. Dan aku diberi pahala, seolah-olah aku telah melakukannya. Berkat semua niat baik itulah, aku diberi ganjaran surga ini dan bisa bertemu kamu di sini," lanjut si miskin.
maka perbanyaklah niat baik dalam hati anda. bahkan jika anda tidak punya kekuatan atau kekuasaan untuk mewujudkan niat baik itu dalam kehidupan sekarang, tidak ada niat baik yang tersia-sia di mata allah...

wallahualam bi shawab...

Kamis, 12 Januari 2006

malinkundang...

kehebohan soal formalin, kelihatannya, sudah agak mereda. di awal-awal merebaknya pemakaian formalin di berbagai makanan, seperti biasa munculah pernyataan-pernyataan dari berbagai pihak yang berwenang. departemen yang satu, misalnya, akan mengatur tata niaga formalin. departemen lain lagi melakukan operasi di pasar-pasar. lalu instansi terkait akan melakukan yang lain lagi.

padahal dari dulu formalin sudah digunakan, meski bukan untuk makanan. wong, bahan kimia yang sebenarnya berbahaya ini, dijual bebas. (seorang teman bercerita bahwa jenazah ayahnya disuntik formalin di beberapa bagian tubuhnya agar tidak rusak ketika dibawa ke manado dari jakarta. nah, kalo tiap hari kita memakan sajian yang mengandung formalin berarti kita sama dengan…).

kalau anda berminat mengenal formalin lebih jauh klik aja situs depkes indonesia atau buka websitenya badan pom.

dan, sebagai pelengkap saya kutipkan di bawah ini artikel lain tentang formalin:
Para ilmuwan di Univeritas Oxford baru-baru ini telah memecahkan misteri batu Malinkundang di Ranah Minang. Sekian lama batu yang menyerupai sosok tokoh Malinkundang tersebut, dalam cerita rakyat Minang, diyakini hanya merupakan cerita legenda belaka.

Namun para ahli sekarang telah mengetahui bahwa batu itu diawetkan dengan formula canggih – khas resep Indonesia - yg kehebatannya melebihi ramuan para mummi dari Mesir. Formula rahasia Malinkundang terkuak setelah ditemukan sisa-sisa cairan yang terdapat pada botol, terkubur secara aman, tak jauh dari batu Malinkundang.

Pada label botol tersebut tertulis dengan jelas "FOR: Malin" yang artinya" untuk Malin". Penduduk sekitarnya - dan rakyat Indonesia pada umumnya - biasa menyebut "formalin" yaitu sebuah resep rahasia nenek moyang yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat, namun karena kenaikan harga BBM dan krisis yang berkepanjangan, formalin saat ini lazim dipakai untuk mengawetkan tahu, ikan asin, bakso, mie basah dan tentu saja… mayat, seperti dapat terlihat pada batu Malinkundang yang masih tetap awet sampai sekarang di Ranah Minang.

Senin, 09 Januari 2006

rahasia illahi...

berhaji adalah impian para muslimin dan muslimat di manapun di dunia ini. mereka yang pernah berhaji (satu kali) pasti ingin kembali ke tanah suci mekah. salah satu syarat berhaji adalah mampu. dalam artian mampu secara finansial maupun fisik serta mental. namun meski kita memiliki semua kemampuan itu belum tentu dapat memenuhi panggilan nabi ibrahim. sayapun teringat cerita seorang teman yang ‘gagal’ berhaji.

teman ini bekerja di sebuh kompeni yang alhamdulillah mempunyai program memberangkatkan haji bagi karyawannya. syarat untuk ini pun tidaklah berat. hanya harus memenuhi sekian tahun bekerja. kawan ini tentu senang mendengar berita itu. (meski belum ada pengumuman resmi, tapi gosipnya cukup meyakinkan bahwa program itu ada). ia sudah cukup lama bekerja di perusahaan itu.

akan tetapi seperti kata pepatah ‘malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih’ oleh karena sesuatu hal kawan ini tak jadi berangkat. apa pasal? rupanya berdasarkan penilaian yang diadakan para ‘petinggi’ kompeni itu kawan ini tidak layak haji. ia dinilai tidak kompeten dalam bekerja. sebuah penilaian yang menurut teman tadi adalah abstrak tak berbentuk. saya pun bertanya padanya: “bukankah perusahaan tempat kau bekerja mempunyai tolok ukur yang baku?” teman ini balik bertanya: “bisakah kau mengukur sesuatu yang berhubungan dengan kreativitas secara eksak?” saya pun berhenti bertanya-jawab.

program haji ini memang diundi dalam artian dari sekian orang yang memenuhi persyaratan hanya ada dua orang yang di-haji-kan, yang artinya kawan ini pun belum tentu dapat pergi haji. namun, sebelum diundi ia telah ‘kalah’ lebih dahulu. saya hanya dapat menghibur: “mungkin allah mempunyai rencana lain sama kau.” kawan ini masih dapat menjawab: “rahasia illahi takkan pernah dapat kita ketahui.” saya sangat setuju dengannya.

dan, hari ini sekitar tiga juta calon jemaah haji melakukan wukuf di padang arafah. semoga mereka semua menjadi haji dan hajjah yang mabrur sebenar-benarnya mabrur. insya allah, amin.

Jumat, 06 Januari 2006

ke surga...

beberapa hari terakhir ini, saat melewati jalur dari rumah ke kantor saya mau tak mau harus menghisap aroma yang sangat khas. bau yang (cukup) menyengat ini memang hanya datang setahun sekali. (tapi tahun ini dua kali, karena di penghujung tahun ada lagi qurban). ya benar, aroma sapi dan kambing menyergap lubang hidung.

dahulu kala, kayak cerita-cerita jaman baheula ya, saya ber-qurban di daerah, tepatnya di mataram. lombok. ini juga kebetulan saat itu ada teman yang lagi tugas di sana. harga kambingnya pun relatif lebih murah. (seharga satu kambing di jakarta bisa dapat dua untuk ukuran sana). namun bukan harga yang menjadi pertimbangan saya.

menurut teman saya, masyarakat di sana menyantap daging hanya setahun sekali, ya saat perayaan qurban itu. atas dasar itulah sayapun ber-qurban di sana. bagaimana keadaannya sekarang? saya tak tahu lagi, karena sang teman sudah menetap di negara kiwi. mudah-mudahan situasinya sudah lebih jauh membaik.

cerita soal kambing ini, nanda punya kisah tersendiri... waktu itu ia baru duduk di kelas 1 sd. kami ber-qurban di masjid dekat rumah. seekor kambing yang tidak terlalu besar tapi memenuhi syarat untuk dijadikan qurban. saat kambing diantar ke masjid nanda ikut melihat. senang dia melihatnya. dalam hatinya, barangkali, ia berkata: aku punya kambing. ia menyodorkan rumput meski takut-takut.

namun nanda berubah menjadi sedih ketika diceritakan bahwa kambing itu setelah sholat idul adha akan disembeleh. agak susah juga menjelaskannya. setelah diyakinkan ibunya bahwa kambing itu akan ke surga. barulah nanda tenang. tapi tak urung ia tetap bertanya: “kambingku sudah ke surga belum ya bu?” kami pun kembali bercerita tentang pengorbanan si kambing.

nah, anda punya cerita lain soal kambing? mari berbagi…

Rabu, 04 Januari 2006

kepiting...

pernah lihat kepiting? pernah makan kepiting gemes? atau kepiting bolognaise? mari kita ngomongin kepiting :d

tadi pagi saya menerima e-mail tentang kepiting. saya lihat subyeknya, jangan-jangan resep kepiting. ternyata saya salah :d. di bawah ini saya kutipkan ceritanya.

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya kecil, namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu ditangkap pada malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus, lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari.

Yang menarik, tentu saja kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat. Namun, seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.

Jurusnya hanya satu, si penangkap tahu betul sifat para kepiting itu. Jika ada seekor kepiting yang nyaris meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Bila ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tak seekor kepiting pun yang berhasil kabur dari baskom. Keesokan harinya, sang penangkap tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini, tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu. Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita meraih keberhasilan, kita malahan berprasangka buruk: jangan-jangan keberhasilan itu diraihnya dengan jalan yang tidak benar.

Apalagi dalam bisnis atau bidang lain yang mengandung unsur kompetisi. Sifat iri, tak mau kalah, atau munafik, akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari, tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya. Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bahkan bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti: kita menang dalam kehidupan ini.

Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom ya... tapi, kalo gitu ceritanya jadi lain dong :d. buat teman yang sudah mengirimkan 'kepiting'nya terima kasih. buat yang sudah pernah baca hitung-hitung refreshing ya...

Selasa, 03 Januari 2006

mi instan...

lengking terompet. gemebyar kembang api. makanan nan lezat. suasana hiruk pikuk. busana aneka model. macam inilah gambaran mereka yang menantikan detik-detik pergantian tahun, yang saya dapatkan dari berbagai media…

pergantian tahun bagi kebanyakan orang, barangkali, haruslah dirayakan secara istimewa dan ini tentu sah-sah saja adanya. beruntung (atau malah rugi ya?) saya dan keluarga tidak mempunyai tradisi itu. bergantinya tahun bukanlah suatu hal yang demikian luar biasa. yang pasti, penanggalan diganti dengan yang baru. hal lain berjalan seperti biasa.

malam tahun baru kami lewati dengan menonton teve. tak ada makanan istimewa. malah nanda cuma minta dibikinkan mi goreng instan, “tapi yang bikin harus ayah,” katanya. ibunya senyum-senyum senang dan menambahkan: “mi bikinan ayah kan memang enak ya mas nanda.” saya juga ikut senyum tapi agak kecut. tak apalah, saya memang kadang suka eksperimen dengan mi cepat saji ini.

di tahun baru juga tak ada acara flash back untuk mengenang kembali segala yang telah dijalani di tahun silam. buat orang lain, boleh jadi, ada target-target tertentu yang harus dicapai di tahun duaribuenam. namun saya tidak pernah membuat daftar yang akan dicapai di tahun yang baru berusia tiga hari ini. biarlah semua mengalir bagai air yang menuju samudera. sepertinya hidup datar-datar saja ya?

tentu tidak selamanya datar. ada riak bahkan gelombang yang datang menerpa. ada suka yang menghampiri. duka pun datang bertamu. betapa nikmatnya hidup ini. segalanya diberikan kepada kita. bukan hanya yang menyenangkan tapi kadang yang mengharubirukan kalbu. selalu ada hikmah atas segala sesuatunya. sujud syukur kepada allah swt atas segala yang diberikan. dan, semoga allah selalu membukakan mata hati ini agar tahu merasa tinimbang merasa tahu. amin.
 

Ganator Blog's Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger