Warung Bebas

Jumat, 24 Februari 2006

tegang setiap hari...

cobalah bermuram durja. tak perlu sepanjang hari, cukup lima menit. dan, selama waktu itu cobalah bercermin. tak sedap dipandang tentunya. sebaliknya bila senyum selalu menghiasi wajah, bukannya diri sendiri yang ikut bahagia orang lain pun senang melihatnya. posting-an hari ini yang saya kutip dari e-mail seorang teman menceritakan betapa sikap ramah dan penuh senyum merupakan awal keberhasilan:
Abu Yazid Al Busthami, pelopor sufi, pada suatu hari pernah didatangi seorang lelaki yang wajahnya kusam dan keningnya selalu berkerut. Dengan murung lelaki itu mengadu, "Tuan Guru, sepanjang hidup saya, rasanya tak pernah lepas saya beribadah kepada Allah. Orang lain sudah lelap, saya masih bermunajat. Istri saya belum bangun, saya sudah mengaji. Saya juga bukan pemalas yang enggan mencari rezeki. Tetapi mengapa saya selalu malang dan kehidupan saya penuh kesulitan?"

Sang Guru menjawab sederhana, "Perbaiki penampilanmu dan ubahlah roman mukamu. Kau tahu, Rasulullah adalah penduduk dunia yang miskin namun wajahnya tak pernah keruh dan selalu ceria. Sebab menurut Rasulullah, salah satu tanda penghuni neraka ialah muka masam yang membuat orang curiga kepadanya."

Lelaki itu tertunduk. Ia pun berjanji akan memperbaiki penampilannya. Wajahnya senantiasa berseri. Setiap kesedihan diterima dengan sabar, tanpa mengeluh. Alhamdullilah sesudah itu ia tak pernah datang lagi untuk berkeluh kesah.

Memang Tuhan telah mentakdirkan manusia sebagai makhluk yang paling indah. Bentuknya begitu sempurna, sehingga dipandang dari sudut manapun manusia kelihatan cantik dan serasi. Untuk itu hendaknya kurnia ini jangan dinodai dengan penampilan yang buruk, Karena sebagaimana kata Rasulullah, "Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan." Namun demikian tidak berarti Islam mengajarkan kemewahan. Islam justru menganjurkan kesederhanaan. Baik dalam berpakaian, merias tubuh maupun dalam sikap hidup sehari-hari. Nabi sendiri jubahnya seringkali sudah luntur warnanya tapi senantiasa bersih.

Umar bin Khattab walaupun jabatannya kalifah, pakaiannya sangat sederhana dan bertambal-tambal. Tetapi keserasian selalu dijaga. Sikapnya ramah, wajahnya senantiasa mengulum senyum bersahabat. Roman mukanya berseri. Tak heran jika Imam Hasan Al Basri berpendapat, awal keberhasilan suatu pekerjaan adalah roman muka yang ramah dan penuh senyum. Bahkan Rasulullah menegaskan, senyum adalah sedekah paling murah tetapi paling besar pahalanya.

Demikian pula seorang suami atau seorang istri. Alangkah celakanya rumah tangga jika suami istri selalu berwajah tegang. Sebab tak ada persoalan yang diselesaikan dengan mudah melalui kekeruhan dan ketegangan.

Dalam hati yang tenang, pikiran yang dingin dan wajah cerah, Insya Allah, apapun persoalannya niscaya dapat diatasi. Inilah yang dinamakan keluarga sakinah, yang didalamnya penuh dengan cinta dan kasih sayang.

wallahu alam bi'shawab.

Kamis, 23 Februari 2006

pilih marah atau curhat...

masih ingat cerita inilah teladan? sebenarnya curhat teman itu sudah agak lama. tapi baru sempat saya tuliskan kemarin dulu. jeda yang agak lama membuat saya berpikir teman saya telah ‘bebas’ dari masalahnya. dugaan saya ternyata meleset. sebuah pesan singkat muncul di layar hape.

lumayan terasa getarnya untuk membangunkan saya yang sedang terkantuk-kantuk di dalam metro mini. ah, si teman yang curhat mengirimkan uneg-unegnya lagi. ‘duh, kayaknya makin parah nih. gosipnya si ‘boz’ minta mainan baru. tolong donggg.’ jawaban saya: hare gene misih percaya gosip aja lo. hehehe… namun sesampainya di kantor saya meneleponnya, menenangkan agar tak semakin naik adrenalinnya.

apa sih mainan baru yang dimaksud sang teman? hapekah? atau laptop keluaran terakhir? Tak pentinglah itu karena saya juga tak menanyakannya. saya lebih memerhatikan reaksi si teman. nampaknya ia tidak hanya kesal atau sebal. kelihatannya ia memendam amarah atas kelakuan ‘boz’nya itu. (duh, teman, kok sampai segitunya ya.) saya pun mencoba memandang dari sudut pandang si teman.

saya pikir reaksi saya yang pertama muncul dengan kejadian itu adalah sama dengan sang teman: marah. tapi, saudara-saudari sekalian, marah tidak menyelesaikan masalah. amarah membuat kita lelah (sementara si ‘boz’ tertawa-tawa?). amarah merugikan diri sendiri. ingin saya menyarankan sang teman untuk ‘berdamai dengan dirinya sendiri’. melupakan tingkah laku ‘boz’ yang ‘ajaib’ itu. namun itu memang tak semudah membalik telapan tangan. apalagi sang teman ini bertemu ‘boz’ setiap hari.

adakah solusi lain? oh, ya, satu hal yang terlupakan, menurut teman saya, ‘boz’ ini dekat dengan pemilik perusahaan. dalam artian, ‘boz’ ini begitu dipercaya meski di depan bisa berkata ‘a’ sementara di belakang berkata ‘b’. kuatkan hati dan dirimu teman. sudahkah kau ‘curhat’ kepada sang maha pengatur?

Senin, 20 Februari 2006

inilah teladan...

menurut arti kamus besar bahasa Indonesia, jabatan adalah pekerjaan atau tugas di pemerintahan atau organisasi. di sini bolehlah saya meminjamnya untuk dipakai di sebuah perusahaan. bagi saya, dalam sebuah jabatan, melekat pula kekuasaan. barangkali sudah banyak yang tahu ucapan lord acton tentang kekuasaan: power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.

posting kali ini merupakan cerita seorang teman kepada saya. “gua udah sebel banget nih,” kata dia. “rasanya udah nyampe tenggorokan,” sambungnya. seperti biasa saya menanggapinya sambil bercanda: “sebel apa sebel.” teman ini agak marah: “serius dong.” saya hanya tertawa menanggapinya. (jahat yak? :d). teman yang satu ini pun terus bercerita tanpa saya minta.

kenapa sih sebal bisa sampai di leher? rupa-rupanya tingkah laku atasannya yang membuat ia sebal. nama juga atasan (kata saya dalam hati, agar ia tak marah). dimanapun sang atasan berada ia mempunyai kekuasaan yang boleh jadi kadang melebihi pemilik perusahaan. dan, ini dilakukan si atasan antara sadar dan tidak sadar. mengapa demikian? mengapa tidak?

akan kasusnya teman saya. atasannya demikian pintar memanfaatkan setiap peluang yang ada (kalau tidak ingin dikatakan ‘menggunakan kesempatan dalam kesempitan’). ‘boz’nya teman itu bisa saja datang siang hari dan pulang tepat waktu (sesuai jam kantor usai). seribu satu alasan dapat dibuatnya. mau kemarilah. akan ke situlah. tak ada yang dapat menyangkalnya.

padahal, rumornya menurut teman saya, ‘boz’ ini mempunyai pekerjaan sampingan. istilah populernya sih side job. sebenarnya sih sah-sah saja mempunyai side job. hanya saja kapan dan dimana itu dilakukan. bukan di kantor tentunya. kalau di kantor sih namanya membangun ‘negara dalam negara’. yang lebih mengesalkan, tutup cerita teman saya, gajinya sudah puluhan juta dan dapat fasilitas mobil juga.

banyak tanya bisa dilontarkan untuk cerita teman di atas. salah satunya adalah: ‘akankah saya juga seperti itu bila menjadi atasan?’ namun bagi saya pribadi, tingkah laku si ‘boz’ adalah teladan. dalam artian tidak untuk diikuti. saya bersyukur ada contoh seperti itu.

wallahu alam bi’shawab.

Senin, 13 Februari 2006

sayang sebatas coklat...

”yah, kita kok nggak beli coklat?” tanya nanda
“beli coklat? coklat apaan mas?” jawab ayahnya sambil bertanya
“ya coklat buat ibu dong,” sambung nanda…
“kita masih punya after eight yang dari oma tuh,” tutur ayahnya
“ah, ayah, coklat valentine dong buat ibu,” kata nanda lagi

rupanya nanda membaca artikel di harian kompas tentang coklat sebagai hadiah valentine. kalau berminat boleh juga dibaca moment of chocolate. atau kalau memang sempat boleh juga mengklik ini yang menceritakan tentang coklat valentine. dalam hati saya tersenyum mendengar permintaan nanda itu. entah kapan dan siapa yang memulai tradisi memberikan coklat sebagai hadiah valentine. pokoknya valentine harus ada coklat. tanpa coklat tidak sah. (masak begini yah?)

selain coklat yang juga sering dijadikan hadiah adalah bunga. tadi siang saat melewati tukang bunga di dekat kantor, banyak dijajakan bunga mawar merah satuan (yang dikemas plastik) maupun yang berupa karangan bunga mini. teman saya sempat ditawari tapi ia tak membelinya. “gua gak ngerayain valentine sih,” elaknya. saya juga tidak merayakan valentine. jadi tidak perlu beli coklat atau bunga ros merah menyala itu (:d). oh, ya, pakaian berwarna pink juga menjadi penanda hari valentine. saya tentu sajat tidak memakai hem berwarna pink.

setiap orang tentu saja mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan kasih sayang. yang merasa harus merayakan hari valentine tentu sah-sah saja. ‘jadian’ di hari valentine dengan setangkai mawar merah atau sekotak coklat boleh karena tidak dilarang undang-undang. sementara komnas perempuan menggelar aksi damai bertajuk atas nama cinta hentikan kekerasan untuk memperingati hari valentine.

dan, saya meski tak bervalentineria mendapatkan dua coklat kecil patchi berbentuk hati (dari boz, teman-teman lain pun mendapatkannya). coklat mungil ini akan saya berikan untuk nanda dan ibunya. sebuah kejutan? entahlah saya lebih menganggapnya sebagai sesuatu yang layak mereka dapatkan atas segala yang mereka berikan untuk saya.

selamat hari valentine bagi siapapun yang merayakannya.

Senin, 06 Februari 2006

kawasan bebas...

sejak sabtu kemarin (empat februari duaribu enam) di provinsi daerah khusus ibukota jakarta, seturut perda no 2/2005 dan pergub no. 75, mulai diberlakukan larangan untuk merokok di tempat umum, tempat kerja, tempat belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan anak, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum. bila ingin tahu lebih jelas aturan mainnya silakan lihat di sini.

senang rasanya membaca berita itu. terbayanglah di pelupuk mata mal yang bebas asap rokok sehingga bisa bernafas lega. kendaraan umum yang tak lagi bau rokok. rumah sakit atau puskesmas yang hanya bau obat-obatan. dan lain sebagainya. namun, saudara-saudariku sekalian, simpanlah dulu rasa senang itu. sebab kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan bunyi pasal-pasal peraturan yang diteken pak gubernur.

hari senin dan selasa yang saya temukan dengan tenangnya pak supir menghisap dan mengepulkan asap rokoknya. belum lagi penumpang yang juga tanpa rasa bersalah ikut membakar rokoknya. tapi ada juga penumpang lain yang langsung menegur si perokok dan alhamdulillah ia langsung mematikannya. kesadaran untuk diri sendiri (jangan berpikir untuk orang lain dululah, kata teman saya) begitu sukar dibangkitkan. sehat untuk diri sendiri tidak menjadi prioritas.

saya punya pengalaman lain dengan asap yang satu ini. waktu itu saya harus menunggu ibunya nanda di sebuah rumah sakit bersalin. saat itu saya masih menjadi perokok. untuk membunuh waktu saya merokok di bangku taman. tak ada orang lain. tak lama datang pasangan muda yang istrinya sedang hamil. sayapun menjauh dari mereka. namun tak lama mereka duduk, sang suami dengan santainya mulai merokok.

kali lain saat melaju di jalan bebas hambatan. di depan kami ada mobil tanki yang membawa elpiji. spontan kami mematikan rokok. tapi ketika mobil itu kami lewati, kami saksikan si sopir dengan santainya merokok. padahal jelas-jelas tertempel sticker ‘dilarang merokok’.

bagaimana ya membuat orang sadar?

Kamis, 02 Februari 2006

senyum-senyum aja...

seorang tetangga pernah bercerita kepada saya. “kenapa ya waktu saya berpapasan dengan tetangga yang itu dan tersenyum padanya tapi ia malah memalingkan mukanya.” kini giliran saya yang tersenyum mendengarkan kisahnya. dan, saya tak mampu menjawab pernyataan sekaligus pertanyaan tetangga itu. kalau meminjam istilah para petinggi seperti ini jawabnya: “saya tidak dalam kapasitas untuk mengomentari pernyataan itu.” :d

betapa susahnya membalas sebuah senyuman dengan senyuman. senyuman seakan-akan menjadi sebuah barang yang mahal. sementara kata sebuah ungkapan lama: tersenyumlah engkau maka duniapun akan tersenyum kepadamu.

kehidupan yang keras, aktivitas keseharian yang padat serta rutinitas yang berputar-putar di situ-situ juga bahkan membuat senyuman hilang dari ruang-ruang keluarga. kita barangkali tidak menyadarinya. karena boleh jadi kita menganggapnya tidak ada apa-apa. sementara di ruang-ruang publik kita mendapatkan senyuman yang kadang dipaksakan atau artifisial. padahal di tempat-tempat pelayanan publik itu sudah dipasang poster yang meminta atau menghimbau para pelayanan publik untuk memberikan senyumnya.

barangkali kita harus memulainya dari diri sendiri. cobalah saat anda bercermin anda tersenyum. bukan senyum manis buatan namun senyum yang muncul dari lubuk hati. senyum yang ikhlas. senyum yang wajar. dan, nikmatilah sepenuh hati. menyenangkan bukan tinimbang anda merengut bagai baju belum disetrika. bila sudah cobalah anda tersenyum kepada orang lain. pilihlah mereka yang paling dekat yaitu keluarga anda sendiri.

tapi anda pasti ingat dan sadar untuk tidak senyum-senyum sendiri.
 

Ganator Blog's Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger