Warung Bebas

Jumat, 28 Juli 2006

ibu (kita) pembohong ya(?)

tak disangka. tak diduga. ibu sosok yang kita hormati dan cintai itu ternyata pembohong…

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" ...KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping gw dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ...KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Akuberkata : "Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata : "Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ...KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak haus!" ...KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ...KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pension Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata: "Saya punya duit" ...KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku: "Aku tidak terbiasa" ...KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata: "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" ...KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : "Terima kasih ibu..!"

Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah.

Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.

Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi..

Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.

eits, tunggu dulu. jangan sampai seperti saya yang kena ‘tipu’ e-mail yang dikirimkan oleh seorang teman ini. bagaimanapun ibu adalah ibu yang rela melakukan apa pun demi anaknya. selamat week-end buat semua.

Senin, 24 Juli 2006

jadi pramuka (sekarang) memang enak....

disini senang
disana senang
dimana-mana hatiku senang…

penggalan lagu yang mudah sekali diingat. ditambah dengan tepuk-nya jadilah iya sebuah kebanggaan. saya masih ingat saat sd dulu. begitu niatnya saya untuk menjadi pramuka alias praja muda karena sampai-sampai berbohong sama ibu demi mendapatkan sehelai seragam pramuka.

di benak saya saat itu: betapa gagahnya memakai baret coklat sementara di pinggang terselip tali temali yang sudah terjalin dan juga pisau belati (ih, ngeri yak :d) serta sempritan. plus macam-macam tanda kecakapan. enaknya bisa berkemah di alam bebas. bisa ikut bantu-bantu kalau ada kecelakaan macam palang merah. bisa bikin tandu dan lain sebagainya.

berbekal baju seragam yang saya simpan di rumah teman, setiap sabtu selesai jam sekolah saya pun dengan semangat empat lima mengikuti latihan pramuka. latihan baris-berbaris, semapur, tali-temali dan lain sebagainya. senang sekali rasanya. apa lagi setelah dapat kacu. rasanya, saat itu, tak ada lagi aktifitas yang bisa mengalahkan pramuka.

namun kesenangan itu tak bertahan lama. bak kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya terpeleset juga. ibu saya akhirnya mengetahui kalau saya menjadi pramuka. alhamdulillah yang ada saya ‘diberi petuah’ panjang lebar. tapi, sampai sekarang, saya tidak mengerti mengapa saya dilarang mengikuti kegiatan itu: mengapa saya tak boleh mengaktualisasikan diri lewat pramuka? mengapa saya tak boleh menjadi mandiri lewat itu? entahlah.

bagaimana dengan pramuka masa kini? sepertinya lebih asyik jadi pramuka sekarang. jambore yang baru saja berakhir kemarin di jatinangor, sumedang, jawa barat (waktu itu saya memang tak sempat ikut jambore karena sudah keluar) adalah buktinya. pembina yang memasak, kalau tak suka dengan masakan yang ada tinggal ke tenda makanan siap saji. mereka juga ‘dijejali’ dengan informasi yang menggiring ke arah konsumtivisme. Lebih lengkap silakan klik ini.

mau kemana pramuka kita dibawa? apakah karena tuntutan jaman, para pembina pramuka kini pun bergolf-ria?

Kamis, 20 Juli 2006

seguling bantal...

jam berdentang sembilan kali. tanda pukul sembilan dan saya masih di tempat yang saya dari kemarin.

inilah namanya tugas atau cinta pekerjaan? usahlah berdebat soal itu. di samping saya, sementara saya nge-post coretan ini, seorang editor masih (asyik?) memainkan mouse dan kibor. matanya setengah memerah. secangkir kopi di sebelah kibor tinggal ampasnya. di asbak puntung rokok saling menindih karena kekurangan tempat. dan, kotak rokok kosong menganga terbuka.

saya membatin. saya saja yang (hanya) berbilang jam menemani menyunting rasanya sudah tak tahan. semua badan rasanya pegal minta dielus-elus. mata sudah sepet dan mulai memerah. sementara mas editor ini, terus dan terus bekerja, ceklak-ceklik kibor berpadu dengan gesekan mouse. demi tenggat yang di pelupuk mata, ia tak pulang ke rumah. apa pun yang terjadi, kecuali aliran listrik padam, pekerjaan harus selesai.

melihat pekerjaan seorang editing, orang normal pasti akan geleng-geleng kepala. jam kerjanya boleh dibilang tak teratur, meski untuk pemakain studio editing dipatok per shift. makan biasa dilakukan di sela-sela pekerjaan. yang pasti dan tak berhenti adalah rokok dan kopi.

hasil akhir pekerjaan si mas, bisa kita nikmati sambil uncang-uncang kaki di kursi malas. sementara untuk tayangan yang hanya berbilang detik kadang ia kerja keras sehari semalam. bahkan belum tentu hasil kerjanya diapresiasi. bukan tidak mungkin dicacimaki. tidak adil ya? bisa ya, bisa tidak. tergantung dari sudut mana anda melihatnya.

mata semakin meminta dipejamkan. si mas memasuki tahap akhir editing. "tinggal dibakar nih," katanya yang artinya dikopi ke kepingan cakram.

yang bersliweran di benak ini adalah peraduan beserta perabotnya. secangkir susu hangat dan sapaan selamat tidur dari nanda dan ibunya akan rasanya akan membuat nyenyak tidur.

ah, guling bantal... aku segera menemui dirimu...

Selasa, 18 Juli 2006

mos kok gitu yah...

ujian akhir nasional (uan) yang sempat menjadi momok para siswa-siswi akhirnya selesai lakonnya. meski banyak yang menginginkan diulangnya uan, kata akhir dari petinggi pendidikan adalah ikutilah ujian kesetaraan paket-c kalau ingin mendapatkan ijazah. pilihannya memang jadi semakin sedikit. tinggal memilih: ikut c atau mengulang setahun lagi.

setelah (sibuk ikut menyiapkan putra-putri tercinta untuk mengikuti) uan, para orang tua kembali direpotkan dengan urusan daftar-mendaftar, baik untuk tingkatan sd, smp maupun smu. di sini yang namanya nem atau nilai ebtanas murni jadi ‘penguasa’. mereka yang memiliki nem pas-pas-an tentu saja tidak akan berani mendaftarkan diri di sekolah-sekolah favorit atau sekolah unggulan. (apa sih sekolah unggulan? salah satu cerita tentang sekolah unggulan bisa dibaca di sini).

selesai pendaftaran tentunya para ortu masih harap-harap cemas menanti hasilnya, meski cuma ada dua kemungkinan: diterima atau tidak. untuk melihat hasil itu, bagi para siswa di dki jaya, cukup buka internet atau ke warnet karena dikmenti (dinas pendidikan menengah dan tinggi) dki jaya mempunyai situs psb alias penerimaan siswa baru. (entah kalau di daerah lain, apakah teknologi informasi sudah digunakan juga?). diterima di sekolah bukan berarti urusan tuntas. tunggu dulu. siapkan uang untuk membeli seragam baru, buku tulis baru, buku paket baru dan sepatu baru (?).

kemarin (17-07-06) saat para siswa-siswi mulai bersekolah, ada lagi urusan lain yang mau tak mau juga melewatkan orang tua yaitu ‘mos’ alias masa orientasi siswa. entah kapan dan siapa yang memulai bahkan murid-murid sd pun mengadakan kegiatan yang diambil dari perploncoan para mahasiwa. di tingkat smu jelas ada acara ini yang kadang diisi dengan hal-hal yang tak ada hubungannya dengan sekolah seperti tugas membuat surat cinta.

seorang teman bercerita bahwa ia harus menjemput putrinya dari sekolah padahal biasanya putrinya terbiasa pulang sendiri. teman ini jelas khawatir saat anaknya minta dijemput. “saya sudah waswas saja. saya pikir ada apa.” tak tahunya putri merasa malu pulang ke rumah dengan segala macam atribut yang tidak boleh dilepas karena diancam oleh kakak kelasnya. cerita lain yang memberitakan betapa mos menjadi momok bisa dibaca di sini.
tapi kalau mos seperti di magelang dijamin tak akan menakutkan.

Kamis, 13 Juli 2006

jangan lupa bawa visa...

”jangan lupa ya kalau mau ke bogor sekarang harus membawa visa lho,” kata seorang teman. yang lain menanggapi dengan serius: “ah, mana mungkin sih emangnya Indonesia udah jadi negara bagian?”

teman yang pertama jelas-jelas hanya bergurau. tapi maksudnya dia, sebenarnya sih jelas: jangan lupa bawa (kartu berlogo) visa kalau ke bogor karena kalau mau memborong pakaian di factory outlet tidak repot lagi.

sementara teman yang satu lagi mengartikan visa sebagai ijin untuk memasuki sebuah negara. bertautan dengan yang terakhir ini mengurus visa bisa menjadi urusan yang gampang-gampang susah. tergantung negara mana yang ingin dimasuki serta apa tujuannya. apakah sekadar berwisata atau sekolah atau ingin menanamkan modal.

untuk urusan investasi sangat boleh jadi, visa lebih cepat keluar. begitu pula kalau berhubungan dengan pendidikan. tapi entah salah (urus) dimana tim olimpiade matematika Indonesia gagal berangkat ke slovenia. kisahnya dapat dibaca di situs ini.

kalah sebelum bertanding, barangkali ungkapan yang pas diberikan kepada tim ini. sia-sialah jerih payah mereka menyiapkan diri. begitu pula dengan usaha para pelatih mereka. kejadian ini menambah karut marutnya dunia pendidikan di negeri ini setelah masalah ujian akhir nasional yang memakan korban anak didik.

mau dibawa kemana dunia pendidikan kita?

Selasa, 11 Juli 2006

orang brengsek jadi teladan?

orang brengsek ternyata masih berguna. lho? coba deh simak tulisan gde prama yang saya dapatkan dari seorang teman (yang tidak brengsek). agak panjang tulisannya memang maka saya sarankan untuk membacanya dengan santai tanpa perlu mengerutkan kening. selamat menikmati…

Entah apa dan di mana menariknya, Bank Indonesia amat senang mengundang saya untuk menyampaikan presentasi dengan judul Dealing With Difficult People. Yang jelas, ada ratusan staf bank sentral ini yang demikian tertarik dan tekunnya mendengar ocehan saya. Motifnya, apa lagi kalau bukan dengan niat untuk sesegera mungkin jauh dan bebas dari manusia-manusia sulit seperti keras kepala, suka menghina, menang sendiri, tidak mau kerja sama dan lain-lain.

Di awal presentasi, hampir semua orang bernafsu sekali untuk membuat manusia sulit jadi baik. Dalam satu hal jelas, mereka yang datang menemui saya menganggap dirinya bukan manusia sulit, dan orang lain di luar sana sebagian adalah manusia sulit.

Namun, begitu mereka saya minta berdiskusi di antara mereka sendiri untuk memecahkan persoalan kontroversial, tidak sedikit yang memamerkan perilaku-perilaku manusia sulit. Bila saya tunjukkan perilaku mereka; seperti keras kepala, menang sendiri, dan lain-lain dan kemudian saya tanya apakah itu termasuk perilaku manusia sulit, sebagian dari mereka hanya tersenyum kecut.

Bertolak dari sinilah, maka sering saya menganjurkan untuk membersihkan kaca mata terlebih dahulu, sebelum melihat orang lain. Dalam banyak kasus, karena kita tidak sadar dengan kotornya kaca mata maka orangpun kelihatan kotor.

Dengan kata lain, sebelum menyebut orang lain sulit, yakinlah kalau bukan Anda sendiri yang sulit. Karena Anda amat keras kepala, maka orang berbeda pendapat sedikitpun jadi sulit. Karena Anda amat mudah tersinggung, maka orang yang tersenyum sedikit saja sudah membuat Anda jadi kesal.

Nah, pembicaraan mengenai manusia sulit hanya boleh dibicarakan dalam keadaan kaca mata bersih dan bening. Setelah itu, saya ingin mengajak Anda masuk ke dalam sebuah pemahaman tentang manusia sulit. Dengan meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah guru kehidupan, maka guru terbaik kita sebenarnya adalah manusia-manusia super sulit. Terutama karena beberapa alasan.

Pertama, manusia super sulit sedang mengajari kita dengan menunjukkan betapa menjengkelkannya mereka. Bayangkan, ketika orang-orang ramai menyatukan pendapat, ia mau menang sendiri. Tatkala orang belajar melihat dari segi positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain. Semakin sering kita bertemu orang-orang seperti ini, sebenarnya kita sedang semakin diingatkan untuk tidak berperilaku sejelek dan sebrengsek itu. Saya berterimakasih sekali ke puteri Ibu kost saya yang amat kasar dan suka menghina dulu. Sebab, dari sana saya pernah berjanji untuk tidak mengizinkan putera-puteri saya sekasar dia kelak. Sekarang, bayangan tentang anak kecil yang kasar dan suka menghina, menjadi inspirasi yang amat membantu pendidikan anak-anak di rumah. Sebab, saya pernah merasakan sendiri betapa sakit hati dan tidak enaknya dihina anak kecil.

Kedua, manusia super sulit adalah sparring partner dalam membuat kita jadi orang sabar. Sebagaimana sering saya ceritakan, badan dan jiwa ini seperti karet. Pertama ditarik melawan, namun begitu sering ditarik maka ia akan longgar juga. Dengan demikian, semakin sering kita dibuat panas kepala, mengurut-urut dada, atau menarik nafas panjang oleh manusia super sulit, itu berarti kita sedang menarik karet ini (baca : tubuh dan jiwa ini) menjadi lebih longgar (sabar). Saya pernah mengajar sekumpulan anak-anak muda yang tidak saja amat pintar, namun juga amat rajin mengkritik. Setiap di depan kelas saya diuji, dimaki bahkan kadang dihujat. Awalnya memang membuat tubuh ini susah tidur. Tetapi lama kelamaan, tubuh ini jadi kebal. Seorang anggota keluarga yang mengenal latar belakang masa kecil saya, pernah heran dengan cara saya menangani hujatan-hujatan orang lain. Dan gurunya ya itu tadi, manusia-manusia pintar tukang hujat di atas.

Ketiga, manusia super sulit sering mendidik kita jadi pemimpin jempolan.Semakin sering dan semakin banyak kita memimpin dan dipimpin manusia sulit, ia akan menjadi Universitas Kesulitan yang mengagumkan daya kontribusinya.

Saya tidak mengecilkan peran sekolah bisnis, tetapi pengalaman memimpin dan dipimpin oleh manusia sulit, sudah terbukti membuat banyak sekali orang menjadi pemimpin jempolan. Rekan saya menjadi jauh lebih asertif setelah dipimpin lama oleh purnawirawan jendral yang amat keras dan diktator.

Keempat, disadari maupun tidak manusia sulit sedang memproduksi kita menjadi orang dewasa. Lihat saja, berhadapan dengan tukang hina tentu saja kita memaksa diri untuk tidak menghina balik. Bertemu dengan orang yang berhobi menjelekkan orang lain tentu membuat kita berefleksi, betapa tidak enaknya dihina orang lain.

Kelima, dengan sedikit rasa dendam yang positif manusia super sulit sebenarnya sedang membuat kita jadi hebat. Di masa kecil, saya termasuk orang yang dibesarkan oleh penghina-penghina saya.
Sebab, hinaan mereka membuat saya lari kencang dalam belajar dan berusaha. Dan kemudian, kalau ada kesempatan saya bantu orang-orang yang menghina tadi. Dan betapa besar dan hebatnya diri ini rasanya, kalau berhasil membantu orang yang tadinya menghina kita.

Terakhir dan yang paling penting, manusia super sulit sebenarnya menunjukkan jalan ke surga, serta mendoakan kita masuk surga. Pasalnya, kalau kita berhasil membalas hinaan dengan senyuman, batu dengan bunga, bau busuk dengan bau harum, bukankah kemungkinan masuk surga menjadi lebih tinggi?

sekarang pilihan tentu saja ada pada anda…

Jumat, 07 Juli 2006

keluarga techie? halah...

dunia teknologi informasi (ti) rupanya sudah demikian merasuk ke segala bidang kehidupan. bahkan obrolan dalam keluarga pun rasanya kurang afdhal kalau tidak menggunakan terminologi 'ti'. di dapur juga tanya-jawab berlangsung dengan bahasa komputer seperti di bawah ini:
"Bu, jadi masak soto? Saya download jeruk nipis dulu ya."

"Iya, nanti kalo udah tolong sekalian upload-in cucian ke tali jemuran.:

"Eh tapi kok sumbu kompornya belum di-install ya? Gimana mau masak?"

"Makanya kamu harus sering update kondisi dapur dong, nak."

"Iya nih, kayaknya kompor kita perlu di-upgrade deh, minyak tanahnya abis."

"Ya sudah, ibu nunggu reply uang belanja dari bapak dulu."

"Tapi kayaknya dompet bapak kena worm deh, kempes mulu."

"Pasti ulah cracker tak bertanggungjawab!"

"Iya, bapak kan gampang tergoda adware."

"Ya sudah, saya ke homepage dulu buat men-download jeruk nipis sama cabe."
tak terbayang ya kalau ini sebuah kejadian betul. tapi kadang, tanpa disadari atau dengan kesadaran penuh, dalam percakapan sehari-hari istilah-istilah 'ti' dipergunakan seenak hati. misalnya 'waduh otak gua hang nih. rasanya jutek banget.'

halah, selamat libur bagi yang sabtu (dan, minggu) kantornya tutup dan selamat menonton bola buat para penyuka bola.

Selasa, 04 Juli 2006

cengdem, keren tapi...

ngomong-ngomong soal kacamata, kalau memakai hitungan per-dua tahun, sudah seharusnya saya berganti kacamata. namun, sampai detik postingan ini diketik kacamata lama masih bertengger di hidung saya. dan, seribu satu alasan tentu saja dapat dibuat mengapa saya belum menggantinya dengan yang baru.

di masa sma (sekarang sih disebut smu ya) saya pernah ‘berurusan’ dengan seorang guru gara-gara kacamata. bapak guru ini, terkenal ‘ringan mulut’ kalau murid-murid tidak bisa menjawab pertanyaannya. tak terkecuali siswi atau siswa tak ada bedanya. semua mendapat perlakuan yang sama. oh, ya, mata pelajaran yang diasuhnya adalah bahasa indonesia.

suatu saat bapak guru yang terhormat ini ke sekolah naik motor trail dan tak lupa kacamata riben dipakainya. jujur saja, tidak pas banget beliau naik trail. badannya agak tambun. tapi soal selera tentu tak dapat dibantah kan. nah, riben pak guru ini yang jadi bahan pembicaraan. kami bergosip bahwa kacamata yang dipakai beliau adalah kacamata cengdem alias seceng adem yang beli di bawah pohon.

entah dapat bisikan dari mana, si bapak kok ya tahu-tahunya kalau ia jadi bahan gossip. maka tanpa ayal lagi kami pun disidang. ada empat anak yang mendapatkan hukuman masing-masing. saya diharuskan meminta maaf di depan kelas kakak kelas. malu campur gemas pakai marah berpadu jadi satu. tapi mau tak mau harus dilakukan: daripada bahasa indonesia dapat nilai lima artinya kan tinggal kelas.

nah, dari jaman sma mari ngomongin ‘cengdem’ masa kini. sekarang ini di pinggir-pinggir jalan atau dekat pom bensin banyak dijajakan kacamata impor dengan harga (fantastis) antara lima hingga sepuluh ribu. modelnya keren-keren. meminjam istilah anak muda: gaul abisss deh. melihat itu saya pengin juga aksi-aksian. namun, alhamdulillah, ada teman yang mengerti soal kacamata memberitahukan: “jangan beli yang gituan deh. salah-salah mata rusak.”

masak rusak sih, itu kan kacamata impor, tanya saya dengan sok tahu. seturut teman ini lagi, kalau pakai istilah optik, beling atau bahan lensa yang dipakai itu bukan bahan untuk lensa kacamata. “beling botol kalau bahasa awamnya,” kata dia. duh, gara-gara goceng rusak mata sebelanga, eh, kita. satu lagi, kalau anda lihat spanduk-spanduk di depan toko kacamata yang menginformasikan satu set kacamata lengkap (bingkai dan lensa, kadang bifocal) dengan harga hanya seratusan ribu rupiah, sebaiknya anda berpikir dua tiga kali sebelum membelinya.

pilih mana: mata semakin rusak atau merogoh kocek lebih dalam untuk sesuatu yang jelas?

Senin, 03 Juli 2006

maju terus pantang mundur...

demam piala dunia masih berlangsung. sebagai bukan penggila bola, paling tidak sampai final kita masih harus mengunyah aneka berita seputar bola dunia. kita adalah saya dan anda sekalian yang bukan fanatik bola. mau tak mau memang saya tidak dapat mensetrilkan diri dari si kulit bundar itu.

di rumah nanda dan ibunya asyik ngomongin bola. saya terbawa juga. di kantor sampai-sampai membeli antena baru demi terselenggaranya nonton bareng. hanya saja saya memilih tidak ikut nonton. :d. di taksi, dalam perjalanan pak supir menceritakan jagoannya dengan penuh semangat. di sini saya sesekali ikut menimpali saja. penggembira sajalah.

memasuki babak empat besar banyak tim-tim yang favorit malah berguguran. kalau kata teman saya: “tim yang diunggulkan biasanya malah kalah.” entah dari mana teman ini punya keyakinan seperti itu. namun omongannya ternyata benar adanya. dan, bukan hanya sekali dia berbicara itu. jangan-jangan teman ini punya pekerjaan sampingan sebagai paranormal.

berpulangnya tim-tim unggulan ke negaranya masin-masing berarti juga kita tidak dapat menyaksikan ulah para bintang ketika menggoreng bola di lapangan hijau. bahkan bukan hanya itu, pesohor bola itu ada juga yang mengundurkan diri seperti beckham yang bukan ahli bekam. ini, bolehlah, disebut sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan. bagi beckham (dan lain-lainnya) mundur bukanlah sebuah aib.

namun, tengoklah beberapa peristiwa yang terjadi di negeri kita tercinta. apakah itu bencana alam atau kecelakaan yang mengakibatkan korban banyak, tak ada petinggi yang berhubungan dengan bencana itu langsung dengan sportif berkata: saya mundur sebagai pertanggungjawaban. pernahkah ada yang seperti ini?

barangkali yang membuat para petinggi itu atau siapapun untuk tidak mundur karena sejak kecil kita sudah dibiasakan untuk ‘maju terus pantang mundur’. wallahu alam bi’shawab.
 

Ganator Blog's Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger