kata seorang teman, 'nonton felem ini sama kayak nonton felem iklan versi panjang'. artinya, kalau iklan-iklan televisi itu durasinya paling 60 detik, tapi yang ini lebih dari 120 menit (silakan dikonversi ke ukuran detik, kalau berminat). barangkali karena sutradara dan penulis skenario, yang juga merangkap sebagai produser, mantan 'orang iklan' jadi si temen berkomentar begitu. ada lagi yang bilang, 'kayak nonton teater deh'. kalau ini mungkin karena ia melihat butet kartaredjasa dan djaduk ferianto.
komentar apapun boleh dan sah-sah saja. kalau saya pribadi melihat 'pesan sponsornya' yang banyak banget. dari awal sampai akhir cerita yang namanya penaja itu terlibat penuh. mi instan yang dimasak dan dimakan setiap hari. minuman beralkohol yang ditenggak saat di kafe atau barang-barang lain yang 'nempel' di billboard.
ceritanya tentang yahya, seorang pegawai rendahan bagian arsip, yang menemukan koper dan malahan dibuat sengsara oleh sang koper. betapa tidak. karena ia bersikukuh untuk mencari pemilik koper dan mengembalikannya. sementara, orang banyak (termasuk istrinya) menganggap itu adalah rejeki nomplok yang harus dimanfaatkan. perang batin, di sepanjang film, inilah yang kemudian menjadi suguhan buat para penonton.
yahya ini seorang idealis. tak mau makan suap atau uang haram dalam bentuk apapun. ia memegang teguh idealnya ini. saat orang-orang memaksa untuk membuka koper itu, ia bergeming. "ini bukan harta kita," kilahnya. ia juga sayang sama isterinya dan berjanji akan menemaninya. tapi kok saat isterinya terbaring sakit, ia malah asyik mengobrol dengan penjaga kafe. ngobrol ngalur-ngidul soal hidup, soal cinta dan lain sebagainya.
oh, ya, koper ini selalu dibawanya ke tempat ia kerja atau saat mampir ngebir di kafe. lantas apakah isi koper yang bikin malapetaka itu? sebaiknya anda menonton langsung film ini. karena sampai saat 'credit title' muncul, penonton di belakang saya juga menanyakan hal yang sama.
lho, nonton atau nonton sih?