Sebagian besar kota tidak akan lepas dari tanah lapang yang satu ini. Alun-alun sudah menjadi semacam landmark atau lokasi khusus yang berada di pusat kota. Fungsi dan penggunaannya pun makin beragam. Ada alun-alun yang memang digunakan sebagai tempat aktivitas masyarakat kota, ada alun-alun yang berubah fungsi menjadi lahan bagi para PKL menjajakan barang dagagannya. Bahkan pernah ada kabar yang berhembus bahwa alun-alun bisa menjadi tempat transaksi pemuasan hasrat plus-plus... Haha... Antara percaya dan tidak percaya kita harus paham bahwa alun-alun yang terletak persis di pusat kota menjadi salah satu titik vital kota dengan segala rupa aktivitasnya. Hm...
Alun-alun adalah sebuah tanah lapang (biasanya berumput) yang terletak di pusat kota. Tanah lapang ini pada umumnya terletak persis di depan kantor bupati atau istana kerajaan pada jaman dahulu kala. Biasanya para raja, bupati, dan pemimpin memiliki sebuah halaman luas yang difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang beragam buat rakyatnya. Alun-alun juga bisa menjadi tempat mengumpulkan para pasukan, berlatih dan menunjukkan kemampuannya kepada rakyat. Atau menjadi tempat untuk mengumumkan sesuatu kepada rakyat.
Dalam tradisi kota-kota Jawa pada masa lalu dan diiringi dengan sentuhan Islam biasanya ada aturan tentang arsitektur kota. Nah, sistem tata kota biasanya menempatkan Masjid Agung atau Masjid Jamik di sebelah barat alun-alun. Di sebelah timur adalah istana untuk para penguasa, kalau sekarang adalah kantor pemerintahan. Sementara sisi selatan terdapat pasar, sedangkan penjara berada di sebelah utara alun-alun.
Satu hal lagi yang cukup unik adalah adanya kampung Kauman yang terdapat di sebelah barat alun-alun. Hehe... Hampir semua kota yang pernah saya kunjungi selalu terdapat kampung atau daerah dengan nama Kauman. Dan itu selalu berada di sebelah barat alun-alun. Menurut cerita turun-temurun dijelaskan bahwa kampung Kauman ini adalah kampung para pendatang dari kawasan Arab. Dan kauman ini bisa dimaknakan sebagai kaum santri, atau kaum beriman.. Hehe... (Kampungku lho!)
Hmm... Ngomong-ngomong soal alun-alun jadi ingat kisah alun-alun kotaku tercinta, Trenggalek. Dulu, saat masih belum ada listrik dan televisi masih langka, ada sebuah televisi cukup besar diletakkan di kotak pada sebuah tiang di sisi utara alun-alun. Saat malam datang banyak warga di sekitar alun-alun yang datang dan duduk menggerombol untuk menghabiskan waktu sambil melihat televisi bersama-sama. Hehe...
Dan kini alun-alun sudah semakin maju saja... Banyak fasilitas dan ajaibnya, kini memiliki akses Wi-Fi gratis... Mau makan tinggal panggil saja... "Mbak mie ayam satu mangkuk!"... Haks.....