Ada yang relatif baru di Stasiun Jakarta Kota alias Stasiun Beos. Di sana terpampang jam besar Soerabaija-Semarang. Awalnya tidak mudah menelusuri asal-usul ikon baru stasiun kereta api Jakarta Kota itu. Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal pun sempat bingung.
Meski tak bisa memuaskan rasa ingin tahunya, menteri yang murah senyum itu dapat menikmati pesona jam kuno tersebut. Dari segi umur, misalnya, jam tersebut jauh lebih tua dibanding Jam Gadang di Kota Bukittinggi. ”Menarik,” kata Jusman ketika menyaksikan jam besar itu, Rabu (17/12), beberapa saat sebelum meresmikan pengoperasian KRL malam hari, Hati Mulia, di Stasiun Kota. Penunjuk waktu di stasiun peninggalan Belanda itu menunjukkan pukul 21.50.
Jam itu memakai angka Romawi. Uniknya, seperti juga Jam Gadang, dia menggunakan "IIII" untuk menunjukkan bilangan "empat", bukannya "IV". Namun sayangnya, ketika Jusman menanyakan sejarah jam itu, para pejabat PT Kereta Api (Persero) belum ada yang mengetahui.
Hanya sedikit informasi yang malah membikin tambah penasaran. Di dalam lingkaran jam itu terdapat tulisan "FM OHLENROT" dan di bawahnya ada kata-kata dengan huruf kapital "SOERABAIJA-SEMARANG".
”Apakah jam ini dibuat di Surabaya?” tanya Jusman. Lagi-lagi tak ada jawaban. Kepada Jusman hanya dijelaskan bahwa jam itu berasal dari Stasiun Sukabumi. Berhubung Stasiun Sukabumi dioperasikan tahun 1882, diperkirakan jam besar itu diproduksi pada tahun itu juga.
Tahun 1970, Stasiun Sukabumi berhenti beroperasi. Baru beberapa hari lalu stasiun itu dioperasikan lagi untuk melayani rute Bogor-Sukabumi. Pada hari-hari pertama, sebagian orang menikmati perjalanan yang memakan waktu sekitar dua jam itu sebagai perjalanan nostalgia.
Namun, masyarakat sudah tidak bisa menikmati jam besar di Stasiun Sukabumi. Maklum, jam tersebut telah dipindahkan ke Stasiun Beos di Jakarta sejak dua bulan lalu. Maksudnya, supaya jam yang memiliki nilai seni dan sejarah itu bisa dinikmati lebih banyak orang.
”Sayang kalau hanya di Stasiun Sukabumi. Di sini kan lebih banyak orang yang dapat menikmati,” kata Judarso Widyono, Kepala PT KA Daop 1 Jakarta. Di Stasiun Beos, setiap hari terdapat sekitar 150.000 orang yang menggunakan jasa kereta api.
Jam besar itu sengaja ditempatkan di lokasi strategis, tempat banyak orang lalu lalang sehingga memudahkan orang melihat waktu. Jam besar di Beos yang memiliki dua muka itu disenangi karena nilai sejarah dan keunikannya.
Di empat sisi jam tersebut terdapat ornamen klasik yang menarik. Seperti halnya menara jam di Gedung Parlemen Inggris yang terkenal dengan sebutan "Big Ben", atau Jam Gadang di Bukittinggi, dia menjadi terkenal karena memiliki keunikan. Bahkan kawasan "Big Ben" dengan Parliament Square-nya menjadi bagian dalam film Harry Potter yang fenomenal.
Dua muka
Untungnya, teka-teki mengenai sejarah jam besar Soerabaija itu segera terjawab. Persisnya beberapa hari setelah peresmian pengoperasian KRL malam hari jurusan Jakarta Kota-Bekasi. Sebuah SMS dari Judarso Widyono menjawab rasa penasaran banyak pihak.
”Perihal jam antik di Stasiun Kota itu, mereknya FM OHLENROT, buatan Belanda tahun 1881,” tutur Judarso dalam SMS-nya. Akhmad Sujadi, Kahumas Daop 1 Jakarta, juga memberi informasi serupa.Judarso adalah orang di balik pemindahan jam antik tersebut. ”Itu jam asli karena dia melekat di Stasiun Sukabumi. Saya tahu itu, maka saya amankan di Stasiun Jakarta Kota agar dapat dinikmati banyak orang,” ujar peminat benda-benda kuno itu memberi alasan pemindahan jam tersebut.
Sebelum dipasang di Stasiun Kota, jam tersebut terlebih dulu diservis. ”Enggak tahu diservis di Bogor atau Jakarta, anak buah saya yang tahu. Luarnya juga diperbaiki, dicat lagi supaya bisa menyamai aslinya,” tutur Judarso yang sedang bersemangat menjadikan Stasiun Kota seperti aslinya dulu.
Seperti jam antik lainnya, mesin jam itu tidak digerakkan oleh baterai, tetapi oleh bandul besar yang memiliki bobot sekitar 60 kilogram. Selain jam induk yang memiliki dua muka, jam ini juga memiliki anak. Induknya memiliki diameter 53 sentimeter dan anaknya 29,5 sentimeter. Hanya sayangnya, kesan antik menjadi kurang kuat karena rumah tempat bandulnya terbuat dari aluminium. Semestinya dari kayu jati agar kesan kemegahan masa lalu keluar lebih kuat.
Judarso yang pernah bertugas di sejumlah kota menjelaskan bahwa dia sering melihat jam yang sama sebelumnya. Namun, katanya, sekarang sudah jarang ditemukan lagi jam antik yang asli di stasiun kereta api. Penyebabnya, perawatannya kurang. ”Kan sayang,” katanya. *hes