Bapak : "Sekarang duduk yang baik, punggung tegak, konsentrasi, serius le! Konsentrasi! Cobalah pandanglah Indonesiamu itu tepat di pusat mata jiwamu. Kemudian pilih satu kata. Ucapkan!"
Anak : "Al..ham..dulillah...!"
Bapak : "Yang jujur kepada dirimu sendiri lho?!" (Sang bapak yakin anaknya tidak jujur)
Bapak : "Pandang itu jutaan petani, jutaan buruh, orang-orang di jalanan-jalanan kota, di pelosok-pelosok desa!"
Anak : "Subhanallah"
Bapak : "Kamu terlalu menahan diri, le! (Sang Bapak yakin lagi bahwa anaknya sedang menutupi sesuatu)
Bapak : "Tataplah air muka para pemimpin, pandanglah ekspresi wajah para pejabat dan wakil rakyat dan hitung berapa yang hatimu bisa percaya dan berapa yang tidak..."
Anak : "Astaghfirullah..."
Bapak : "Jangan ditutup-tutupi...!!"
Anak : "As.. taghfirullah...."
Bapak : "Teruskan hatimu, telanjangkan perasaanmu..." (Berharap anaknya jujur)
Anak : "Laa Ilaaha Ilallahhh...."
Bapak : "Terus le ungkapkan apa adanya...!!"
Anak : "Allahu Akbar.... As... taghfirullah..."
Bapak : "Terus le ungkapkan apa adanya. Sekali lagi pandang Indonesiamu, tumpahkan, hujan deraskan perasaanmu... Jebol air bah perasaanmu, le.. Tatap lagi Indonesiamu... Ledakkan, le...!!"
Anak : "As... As.... Assuuuuuu Asuuuu... Asuuuu!!!!!"
* Kutipan dari pagelaran musik dan puisi oleh Emha Ainun Najib dengan judul Presiden Balkadaba.