malam belum lagi terlalu larut. langit tak berbintang. bulanpun tak bersinar. metromini yang saya tumpangi melaju bagai sedang mengikuti balapan di sirkuit. lagu lama cerita biasa para pengemudi angkutan umum. menyebalkan memang. tapi, inilah keaadan yang harus diterima warga, meski harus membayar pajak tiap tahun.
menjelang pasar minggu, rintik hujan mulai berjatuhan. mau tak mau saya harus turun karena harus berganti angkutan umum. dari metro mini pindah ke mikrolet. bukannya berhenti, hujan turun semakin membesar. mikrolet semakin lama semakin penuh. semua bangku hampir terisi. di depan saya duduk dua ibu dengan dua anak kecil. anak yang agak besar, penginnya duduk sendiri tak ingin dipangku. sementara anak yang kecil anteng-anteng saja, tak banyak protes. akhirnya mikrolet full penumpang.
hujan semakin deras. otomatis semua jendela ditutup. penuh sesak. keringat mulai menetes. bocah yang agak besar mulai bertingkah. bocah kecil yang diam malah diganggunya. masih kelihatan lucu. lantas si besar minta minum. berbagi dengan si kecil. senyum saya melihatnya, dalam hati, pintar anak ini. tapi, kita sebaiknya memang tidak terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan.
makin lama kok si besar makin menjadi-jadi. sementara ibunya kok seperti meladeninya bercanda. teriakan melengking di dalam mikrolet dalam suasana panas berkeringat. uh. tapi, anak itu tidak bergeming. bagaikan mempunyai tenaga ekstra. seorang bapak yang rupanya tak tahan melihat tingkah si besar, mencolek anak itu. "sst, diam," ujar si bapak sambil menaruh telunjuk di bibirnya. jangan ribut, sambung si bapak. si bocahpun diam. tapi hanya sesaat.
anak ini benar-benar tak bisa diam. ibunyapun seperti kehabisan akal untuk menghentikannya. hanya mengancam. puncaknya adalah si bocah mengacung-acungkan gelas minumnya. tak ayal air bercipratan. sempat mampir di lengan saya. lantas, berhentikah dia? tidak. duh, dalam hati, pengin rasanya menjewer atau mencubit agar dia diam. kenapa saya yang menjadi gemas dibuatnya?
apa karena ortunya yang hanya diam? tidak berani tegas terhadap anaknya. mengancam tapi sambil bergurau. sesak nafas rasanya sesesak mikrolet yang melaju cepat. melihat kejadian langsung di depan mata. namun, berangsur, karena mengantuk, si besar mulai mengatupkan matanya. belaian sang ibu membuatnya semakin lelap. alhamdulillah wa syukurillah.
saya menarik nafas lega sambil tak hentinya beristighfar. saya membatin, andai saya jadi ibu si anak, boleh jadi sayapun akan kebingungan. ah, apapun itu, alhamdulilah, bocah itu mengajarkan kepada saya bagaimana harus bersabar. sabar yang konon berbatas langit... wallahu alam bi shawab...
menjelang pasar minggu, rintik hujan mulai berjatuhan. mau tak mau saya harus turun karena harus berganti angkutan umum. dari metro mini pindah ke mikrolet. bukannya berhenti, hujan turun semakin membesar. mikrolet semakin lama semakin penuh. semua bangku hampir terisi. di depan saya duduk dua ibu dengan dua anak kecil. anak yang agak besar, penginnya duduk sendiri tak ingin dipangku. sementara anak yang kecil anteng-anteng saja, tak banyak protes. akhirnya mikrolet full penumpang.
hujan semakin deras. otomatis semua jendela ditutup. penuh sesak. keringat mulai menetes. bocah yang agak besar mulai bertingkah. bocah kecil yang diam malah diganggunya. masih kelihatan lucu. lantas si besar minta minum. berbagi dengan si kecil. senyum saya melihatnya, dalam hati, pintar anak ini. tapi, kita sebaiknya memang tidak terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan.
makin lama kok si besar makin menjadi-jadi. sementara ibunya kok seperti meladeninya bercanda. teriakan melengking di dalam mikrolet dalam suasana panas berkeringat. uh. tapi, anak itu tidak bergeming. bagaikan mempunyai tenaga ekstra. seorang bapak yang rupanya tak tahan melihat tingkah si besar, mencolek anak itu. "sst, diam," ujar si bapak sambil menaruh telunjuk di bibirnya. jangan ribut, sambung si bapak. si bocahpun diam. tapi hanya sesaat.
anak ini benar-benar tak bisa diam. ibunyapun seperti kehabisan akal untuk menghentikannya. hanya mengancam. puncaknya adalah si bocah mengacung-acungkan gelas minumnya. tak ayal air bercipratan. sempat mampir di lengan saya. lantas, berhentikah dia? tidak. duh, dalam hati, pengin rasanya menjewer atau mencubit agar dia diam. kenapa saya yang menjadi gemas dibuatnya?
apa karena ortunya yang hanya diam? tidak berani tegas terhadap anaknya. mengancam tapi sambil bergurau. sesak nafas rasanya sesesak mikrolet yang melaju cepat. melihat kejadian langsung di depan mata. namun, berangsur, karena mengantuk, si besar mulai mengatupkan matanya. belaian sang ibu membuatnya semakin lelap. alhamdulillah wa syukurillah.
saya menarik nafas lega sambil tak hentinya beristighfar. saya membatin, andai saya jadi ibu si anak, boleh jadi sayapun akan kebingungan. ah, apapun itu, alhamdulilah, bocah itu mengajarkan kepada saya bagaimana harus bersabar. sabar yang konon berbatas langit... wallahu alam bi shawab...