dimana anda dapat membeli barang yang harganya serba seribu rupiah? betul! mereka yang biasa naik-turun metromini pasti tahu bahwa disinilah tempatnya transaksi barang seribuan dapat terjadi. barang-barangnya juga serba kecil. ada, antara lain, jepit rambut, gunting kuku, korek kuping, pen, pinsil, baterai, pinset, amplop serta tissue.
tak ada tawar-menawar. kalau suka silakan tarik. lho? ya memang benar, si penjual akan menarik barang dagangannya yang ditaruh dalam kantung plastik dan digantungkan pada selembar papan atau karton tebal.
iseng-iseng mengisi waktu di perjalanan, saya mengobrol dengan pedagang yang masuk kategori sektor informal ini. sebelumnya ia menjual permen jahe dan asam. tapi beralih ke barang seribuan itu. “harganya udah naek pak,” jawabnya saat ditanyakan soal perpindahan itu. saya hanya ber-oh menanggapinya.
berapa sih modal untuk berniaga seperti itu? kalau anda berminat, hehehe, siapkan saja uang sebanyak duaratus sampai tigaratus ribu rupiah. kalau bisa lebih banyak tentu lebih bagus. (namun jadi sebanyak apa mata dagangan anda yang akan diusung ke kendaraan umum itu?) terus dimana membelinya? “hampir di semua stasiun kereta ada pak,” kata si abang lagi. mudah kan. belanjanya seminggu sekali ya, tanya saya lagi. “bisa dua hari sekali pak. laku sedikit juga udah keliatan bolong-bolong.” hmm, bearti perputaran uang disektor ini besar adanya.
“berapa sih bang kelebihannya,” nanya mulu nih kapan belinya ya? “ya, gak tentu pak, bisa tigapuluh, bisa juga limapuluh ribu.” itu satu hari berdagang. kalau seminggu, sebulan atau setahun silakan hitung sendiri ya :d. namun ada yang lebih dari itu. mereka (para pedagang itu, untuk jalur pasar minggu-manggari ada sekitar enam orang, kata si abang) adalah ujung tombak pemasaran barang-barang yang umumnya dari negeri china itu.
mengapa harganya murah? karena buruhnya diupah murah juga? atau ada faktor lain yang membuat murah? konon kabarnya para pekerja di negeri tirai bambu itu produktivitasnya demikian tinggi sehingga biaya per satuan barang bisa menjadi rendah. bagaimana dengan pekerja di Indonesia?
Kamis, 15 Juni 2006
Langganan:
Posting Komentar (Atom)