sabtu, shaum arafah. pulang ekskul, si bujang wajahnya kusut. belum sempat ditanya, malahan ia yang lebih dahulu angkat bicara:
yah, nonton yuk
nonton apa?
real steel
oh, yang robot petinju itu ya. di mana mas?
platinum margo
jam berapa?
si bujang segera melihat koran, seolah-olah saya akan mengiyakan ajakannya. "yang jam tiga aja yah," katanya sambil melipat koran. saya tengok jam di dinding, hampir setengah dua. hitung-hitung masih punya waktu banyak dari rumah ke bioskop. tapi, saya belum memastikan jadi-tidaknya. saya masih menimbang-nimbang antara pergi atau tidak. kamu gak ada tugas sekolah? kepalanya menggeleng. air mukanya masih sendu.
kalo nontonnya minggu depan aja gimana, usul saya. sabtu depan aku ada acara, ke depan bakal banyak tugas. awal desember udah uts. saya masih menghitung suara tokek: jadi-tidak-jadi-tidak. karena belum ada kepastian, si bujang akhirnya masuk kamar. tidur siang sajalah, pikir saya. sambil berbaring, ibunya si bujang menanyakan, jadi atau tidak. ibunya malah punya usul si bujang nonton berdua saja dengan ibunya, biar saya istirahat di rumah. ngobrol punya ngobrol, akhirnya saya memutuskan untuk menonton.
jarum jam di dinding sudah beranjak ke pukul dua kurang seperempat. ah, masih cukup waktu. saya segera memanggil si bujang untuk mengajaknya pergi. ibunya langsung mengambil keputusan untuk mengambil jalan pintas menghindari macet sekaligus agar tak kehabisan tiket. maklumlah akhir minggu. sementara saya berdua si bujang menempuh jalur biasa, naik angkot.
awal perjalanan lancar-lancar saja. saat memasuki terminal depok barulah kami dihadang kemacetan angkutan yang simpang-siur, antara rebutan penumpang dan ngetem. dipadu dengan asap knalpot dan panas yang mendera, sempurnalah jadinya. setelah berkutat dengan keramaian terminal, akhirnya lolos juga keluar. waktupun makin merayap menuju pukul tiga. khawatir juga telat. tiba-tiba ada sms masuk. ibunya mengabarkan tiket sudah didapat. alhamdulillah. pukul setengah tiga lewat kami tiba.
ini tiketnya tinggal dua, yang lain sudah laku terjual, kata ibunya si bujang. udah gak apa-apa, ayah nonton berdua nanda, ibu nunggu aja. saya dan si bujangpun akhirnya menonton berdua. ternyata memang full house. akan halnya 'real steel' adalah cerita tentang robot petinju dengan setting tahun 2020. lucu, mengharukan, menghibur, selengkapnya bisa dibaca di sini.
sejatinya bukan film seutuhnya yang saya nikmati. tapi, buat saya pribadi, ada yang jauh lebih berarti: momen-momen kebersamaan dengan si bujang. proses jadi-tidaknya menonton. bagaimana kami berbisik-bisik di bioskop (bagai sepasang kekasih yang sedang pacaran :D) menebak jalan cerita. saling ngecengin manakala salah satu dari kami ternyata salah. momen yang takkan terulang dua kali atau diulangi lagi. berhaha-hihi bersama ketika ada adegan yang menurut kami lucu. atau, istilah khas si bujang yaitu 'epik banget' untuk scene yang menurutnya keren...
waktu berjalan terasa begitu cepat. sejak memakai seragam abu-abu, waktu si bujang banyak yang tersita untuk kegiatan sekolah. hari sabtu dan minggu kadang menjadi urusan sekolah juga. kepak-kepak sayapnya semakin melebar. semakin tinggi pula ia mengangkasa. akhirnya, kami (saya dan ibunya) hanya bisa melaburi dirinya dengan lantunan doa yang tak terputus, agar ia menjadi insan yang berguna bukan hanya untuk keluarganya tapi juga untuk orang banyak, insyaAllah, aamiin ya rabbal allamin...