Warung Bebas

Selasa, 09 November 2010

bocor oh bocor...

atap bocor. urusannya pasti dengan tukang bangunan (plus tukang material juga sih). berurusan dengan tukang biasanya susah-susah gampang. susah dicari saat dibutuhkan. gampang ketemu ketika tak ada pekerjaan. serba salah juga kan jadinya. pas ketemu, pas ada kerjaan kadang ada juga ganjalannya, semisal ongkos belum mencukupi.

suatu saat, penutup lantai alias keramik di ruang tamu mendadak naik karena ada gas (istilah tukang :D). secara ruang tamu adalah tempat lalu lintas orang banyak, mau tak mau harus diperbaiki. sambil mencari tukang, sok-sok-an membuka sendiri keramik yang naik. alhasil, yang ada keramiknya pecah dan jari kena martil. maka kamipun (saya dan istri) berdiskusi, berpikir siapa yang dapat membantu.

bukannya pilih-pilih tebu. kami hanya tak ingin mengulang kejadian yang lalu: tukangnya tak mampu memperbaiki hasil pekerjaannya sendiri. kok bisa? itulah nyatanya. padahal si tukang ini merupakan rekomendasi dari para tetangga: kerjaannya bagus bla bla bla... awalnya, kami hanya ingin memperbaiki bocoran di dinding. tapi, itulah, kalau memperbaiki rumah selalu merembet ke sana dan ke mari. akhirnya total dibongkar semua atap. perkiraan pekerjaan yang hanya satu minggu malah menjadi hampir satu bulan. dalam hati tak mengapalah asal pekerjaannya rapi.

saat si tukang merampungkan pekerjaannya, hujanpun turun deras. bocor? nah, benar sekali. dinding itu kembali kena rembesan bocoran. kebetulan si tukang masih belum ada kerjaan lain. kami panggil kembali untuk minta dia membetulkan kembali. selesai. hujan. eh, bocor lagi. tak kurang dari lima kali datang dan terakhir si tukang angkat tangan bukan ditodong senjata, pastinya tak mampu menambal kebocoran itu.

nah, kalau kejadian seperti di atas lagi kan gak ada bagus-bagusnya. tukang belum dapat juga sementara keramik yang naik semakin banyak. alhamdulillah, ada si abah (demikianlah para tetangga memanggilnya, padahal usianya sih belum terlalu tua) yang punya keahlian memijat tapi sejatinya lebih dikenal sebagai tukang. melihat kenaikan keramik itu, si abah memperkirakan ini dan itu sebagai penyebabnya. ah, daripada panjang lebar ngomong, saya menawarkan si abah untuk menjadi tukang. ia bersedia. nego soal upah kerja. beres.

esoknya ia mulai bekerja dibantu seorang asisten. buat tukang memperbaiki rumah lama sebenarnya lebih banyak resikonya. karena ia harus lebih hati-hati agar bagian lain yang tidak rusak tetap terjaga utuh. dengan begini, pekerjaanpun menjadi lebih lama. tak mengapalah, ini memang konsekuensi yang harus ditanggung pemilik rumah.

selesai urusan keramik, kami menawarkan pekerjaan lain: rembesan di dinding. ketika melihat rembesan itu, rupanya si abah langsung berpikir. kalau dibongkar semua gentengnya akan memakan banyak biaya dan menghabiskan waktu yang lama. lantas ia mengusulkan solusi. sambil menerangkan ini dan itu. saya hanya manggut-manggut sepertinya ngerti, padahal mau belom jelas juga :D. saya hanya berkata: saya sih terima beres aja bah, yang penting gak bocor lagi. si abah manggut-manggut juga.

pak, harus beli bahan ini dan itu buat ini dan itu, kata si abah. saya hanya mengiyakan dan menyediakan uangnya. enaknya, untungnya, alhamdulillah, karena si abah sudah dikenal pemilik toko material bila uang yang kami sediakan ternyata kurang tidak menjadi masalah. boleh ngebon dulu. material lengkap, si abah pun bekerja. selesai kerja, hujanpun turun. alhamdulillah, jadi bisa langsung dilihat hasil kerjanya. wa syukurillah, bocorannya tertutup.

apakah ada yang pernah mengalami kejadian dengan tukang yang tak mampu membenahi pekerjaannya sendiri? mudah-mudahan tidak ya...

0 komentar em “bocor oh bocor...”

Posting Komentar

 

Ganator Blog's Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger